Zonasi Sekolah

Adikku, cita-citamu masih panjang,

Langkahmu sudah mulai ku bimbing,

Ya,

Aku membatasimu pada hal yang membuatmu bingung,

Agar fokusmu tidak limbung,

Ada sedikit kehawatiran terkait kemana akan melanjutkan jengjang SMP adikku beberapa waktu silam.
Kehawatiran ini hadir karena terkait sistem zonasi sekolah. Kecamatan kami adalah panggarangan yang memang sedikit tertinggal dibanding kecamatan Bayah. 10 tahun silam aku bersekolah di SMP 1 BAYAH & SMA 1 BAYAH karena memang dirasa lebih baik dibandingkan kecamatan kami. Ditambah berbagai prestasi sudah banyak aku catatkan di bayah, dan adikku ingin mengikutinya.

Hari ini dia berada di kelas akhir sekolah dasar. Ada angin segar ketika adanya sistem yang lebih fleksibel dalam penerimaan siswa baru yaitu: 50% zonasi, 30% prestasi, 15% Afirmasi dan 5% pindahan.

Diluar pro dan kontra, zonasi bertujuan untuk meniadakan entitas sekolah unggulan. Bayangkan galaunya jadi guru SD favorit. Ibu pernah mengajar Profesi Guru di SD serang dan mendapatkan kabar bahwa pendaftar sekolah tersebut ada 1000 dan hanya menerima 100.

Maka hadirlah seleksi sebagai penjaringan keadilan bagi 1000 siswa tersebut. Selepas seleksi selesai, sekolah dikritik karena melakukan seleksi untuk anak SD. Lalu secara rasional bagaimana cara menyeleksi 1000 siswa tersebut?

Dalam sistemnya pemerintah yang baru diterapkan 1 tahun lalu, zonasi hadir meniadakan pendaftar berlebih sampai 1000, menghilangkan sekat unggulan dan menghadirkan nirkompetisi. Meskipun 2012 pernah ramai rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dan RSBN, ternyata sekolah inilah yang berttamsformasi menjadi sekolah unggulan.

Zonasi secara rasional dirasa adil dan memberikan rasa tentram, namun membatasi berlebih justru tidak baik. Penulis menyambut dibukanya setengah keran zonasi untuk kuota bagian lain oleh menteri pendidikan. Dengan catatan, zonasi adalah tugas jangka panjang, menyelesaikan ketimpangan tiap zonasi agar bisa disetarakan.

Salam Hormat,

Dadan Sumardani